RIWAYAT SINGKAT DESA PALABUAN
Zaman dahulu kala di daerah Banten dan Cirebon sudah berdiri
kerajaan Islam. Suatu saat dua kerajaan tersebut saling berselisih dan
bermusuhan. Perselisihan yang tidak jelas sebabnya itu sudah berlangsung lama
dan tidak ada salah satu kerajaan yang mau mengalah.
Disebutkan bahwa kerajaan Banten sangat membenci kerajaan
Cirebon. Karena kebenciannya itu, maka kerajaan Banten mengutus salah seorang
utusan yang gagah berani, tangguh, berbibawa, dan berilmu tinggi untuk datang
ke Cirebon sambil membawa persembahan, yaitu “Sekarung jamu” untuk diserahkan
ke kerajaan Cirebon.
Jamu tersebut sebenarnya adalah racun yang sangat mematikan
terbuat dari campuran jamu diantaranya yaitu tepung cabe rawit yang sangat
pedas. Apabila jamu ini diminum, maka tak ayal lagi peminumnya langsung
meninggal dunia.
Utusan dari Banten tersebut maksud sebenarnya adalah disuruh
berhianat/membunuh Sri Sultan Kerajaan Cirebon dengan cara memberikan jamu yang
beracun. Di pintu gerbang kerajaan Cirebon, utusan tersebut segera disambut
oleh Sri Sultan dengan sangat ramah.
Walaupun begitu, sebenarnya Sri Sultan sudah mengetahui
maksud kedatangan utusan dari Banten itu, karena Sri Sultan memiliki ilmu yang
tinggi sehingga “Weruh Sadurung winarah” (menetahui sebelum kejadian).
Saat berhadapan dengan utusan tersebut, Sri Sultan secara
diam-diam menggunakan ilmu yang dimikinya, maka dengan tiba-tiba kumis utusan
itu menjadi melebar dan mengeras. Akhirnya utusan itu tidak bisa memasuki pintu
gerbang istana karena terhalang oleh kumisnya yang panjang dan keras. Ia merasa
malu dengan kejadian itu dan dalam pikirannya ia mengakui bahwa ilmu Sri Sultan
itu lebih tinggi darpada ilmunya.
Sebagai seorang sultan yang arif, bijaksana, dan luwes ia
menerima saja jamu racun tersebut dengan maksud agar bisa menyenangkan tamunya
dari Banten itu. Ia mencampur jamu tersebut dengan rebon (udang kecil) sehingga
berubahlah jamu yang tadinya racun tersebut menjadi sambal terasi yang enak dan
gurih. Itulah kepandaian dan keluwesan yang dimiliki oleh Sri Sultan dari
kerajaan Cirebon.
Sambil berdiri di pintu gerbang, Sri Sultan bersabda kepada
utusan itu.
“Jamu yang kau serahkan sudah aku terima, kau harus pulang
sekarang juga. Inilah tanda jasa dariku sebuah tempurung kelapa yang bulat
berisi air dan sebuah sintungnya yang harus kau bawa pulang. Tapi aku pesan
padamu kau harus berjalan menuju arah Selatan menyusuri lereng gunung Ciremai.”
Kemudian utusan itu segera pulang. Ia selalu mentaati dan
menuruti petunjuk juga nasihat Sri Sultan. Ia merasa takut jiga tidak
mengindahkan nasihat Sri Sultan akan terjadi mara bahaya pada dirinya. Ia terus
berjalan menyusuri lereng-lereng gunung Ciremai yang curam dan terjal. Rasa
malu akan lelemahan dirinya dihadapan sultan membuat ia merasa kecil dan hina.
Ia juga merasa malu oleh kerajaan Banten, karena tidak berhasil membinasakan
Sri Sultan seperti yang diharapkannya.
Lama kelamaan utusan tersebut sampailah ke sebuah tempat di
lereng gunung Ciremai yaitu di tempat mata air yang banyak berjatuhan dari
lereng gunung yang sampai sekarang disebut Cikaracak. Di sana ia merasa pusing
dan perasaan makruh yang berlebihan sebab ia harus meloncati lereng yang sangat
curam dan berbahaya.
Ia mondar-madir kesana kemari berfikir mencari cara agar ia
bisa meloncati lereng tersebut. Ketika ia mondar-mandir, tiba-tiba tempurung
yang dibawanya jatuh pecah berantakan dan airnya pun tumpah. Maka dari air yang
tertumpah itu keluarlah air sungai yang mengalir sangat deras menuju ke hilir
yang konon dinamakan sungai Cikeruh. Menurut cerita cikeruh artinya air yang
keruh berasal dari perasaan utusan yang keruh dan makruh. Melihat kejadian itu,
utusan Banten merasa heran dan tak menyangka akan terjadi demikian. Ia pun
menjadi bingung sebab barang yang diberikan oleh Sri Sultan kini hanya tinggal
sintung saja. Tak lama kemudian, karena air sungai Cikeruh begitu derasnya,
maka ia menggunakan sintung itu sebagai perahu untuk meneruskan perjalanannya.
Aneh juga walaupun sintung itu kecil tetapi dapat ditumpangi oleh utusan itu
dan tidak tenggelam.
Setelah beberapa lama menumpangi perahu ajaib , utusan itu
merasa lelah dan ia berhenti di suatu tempat untuk beristirahat. Perahu ajaib
itu ditambatkan ke sebuah pohon besar yang berada di daerah Cimukul.
Setelah lama beristirahat, ia meneruskan perjalanannya menuju ke hilir dan
singgah di suatu tempat. Karena tempat itu menurutnya bagus, maka ia berniat bermukin
di sana tidak mau lagi pulang ke Banten karena disamping malu tidak berhasil
melaksanakan tugas, juga takut akan hukuman dari Sultan Banten. Akhirnya ia
memutuskan untuk tinggal di sana sangat lama sampai akhir hayatnya. Tempat itu
terdapat di Desa Cisambeng, kecamatan Sumberjaya. Makam utusan tersebut
terkenal dengan sebutan Mbah Buyut Nyata.
Lama kelamaan sungai Cikeruh yang luas dan deras tersebut
ramai dengan lalu-lalang perahu-perahu lainnya sebagai alat transportasi
penduduk di sana. Perahu-perahu tersebut banyak yang berlabuh di Cimukul
mengikuti utusan bari Banten. Akhirnya, nama tempat tersebut berubah
menjadi Pelabuhan yang artinya tempat berlabuh dan sampai
sekarang orang menyebutnya Palabuan mengikuti dialek bahasa
Sunda
Menurut sahibul hikayat, di sebelah selatan Desa Palabuan
sekarang, terdapat lebih dulu suatu kampung yaitu Sukahaji yang
dikepalai oleh seorang lurah yang sangat bijaksana dan telah
masuk Islam.Tangan kanan (pembantu) lurah tadi yaitu Bapak Masda.
Beliau seorang yang berwatak pemimpin dan juga ilmunya cukup tinggi. Suatu
waktu Bapak Masda ini disuruh oleh lurah Sukahaji untuk membuka perkampungan
baru di sebelah utara Sukahaji yang jauhnya kira-kira 2 km. Kampung yang dibuka
tersebut akhirnya dinamakan kampung Masda
DEMIKIAN SEKILAS RIWAYAT SINGKAT DESA PALABUAN
Sumber : http://palabuan.desamajalengka.or.id/profil-desa/